LAPORAN LENGKAP
NAMA :
Andi Anugrah Indah Pratiwi
KELAS/
KLP : 3c/
c.1.1
NIS :
1 1 4 6 2 8
TNGGAL
MULAI : 2 /
09 / 2013
TANGGAL
SELESAI : 2 / 09 / 2013
JUDUL
PENETAPAN : Bilangan Peroksida
TUJUAN
PENETAPAN : Untul menguji ketengikan Minyak
DASAR
PRINSIP : Bilangan Peroksida
sebagai jumlah asam lemak teroksidasi ditentukan berdasarkan jumlah iodine (I2)
yang terbentuk dari reaksi peroksida dalam minyak dengan ion iodine (I-)
yang sebanding dengan kadar peroksida sampel.
REAKSI :
LANDASAN
TEORI :
Tahukah
anda apa itu angka peroksida??
Angka
peroksida atau bilangan peroksida merupakan suatu metode yang biasa digunakan
untuk menentukan degradasi minyak atau untuk menentukan derajat kerusakan
minyak.
Berapa standar mutu minyak goreng yang baik bagi tubuh??
Di
Indonesia standar mutu minyak goreng ditentukan melalui SNI 01-3741-1995
yaitu sebagai berikut :
Bilangan
peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami
oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat
oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat
teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara
yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan
metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan
titrasi iodometri.
Salah
satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida.
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan
hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan
peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi,
namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi
oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju
pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya
menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan
bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan
jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses
oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah
terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih
besar dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi
merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi
selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak
akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
Peroksida
terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari
senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan
dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk
bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil
hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas
yang baru.
Peroksida
dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki
dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak
akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan
bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.
Minyak atau lemak bersifat tidak larut
dalam semua pelarut berair, tetapi larut dalam pelarut organik seperti misalnya
: petroleum eter, dietil eter, alkohol panas, khloroform dan bensena. Dimana
asam lemak rantai pendek sampai panjang rantai atom karbon sebanyak delapan
bersifat larut dalam air. Makin panjang rantai sehingga akan terbentuk gugus
karboksil yang tidak bermuatan. Kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan
pelarut non-polar seperti petroleum. Asam lemak jenuh sangat stabil terhadap
oksidasi, akan tetapi asam lemak tidak jenuh sangat mudah terserang oksidasi.
Dimana lemak tidak dapat meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak akan
menjadi lunak pada suatu interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada
umumnya lemak merupakan campuran gliserida dan masing-masing gliserida
mempunyai titik cair sendiri-sendiri (Tranggono & Setiaji, 1989).
Lemak dan minyak hampir terdapat dalam semua bahan pangan dengan
kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak seringkali ditambahkan
dengan sengaja ke bahan makanan dengan berbagai tujuan. Dalam pengolahan bahan
pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti
minyak goreng, shortening (mentega putih), lemak (gajih), mentega dan margarin.
Di samping itu penambahan lemak dimaksudkan untuk menambah kalori serta
memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan. Lemak hewani mengandung banyak
sterol yang disebut kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan
lenih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair
(Winarno, 1997).
Mentega menurut Winarno (1997), lemak dari susu terdiri dari
trigliserida-trigliserida butirat, dimana asam lemak butirat dan kapoat dalam
keadaan bebas akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak. Kerusakan lemak yang
utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal
ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak.
Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan
oleh faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida
lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn. Bau
tengik yang tidak sedap disebabkan oleh pembentukan senyawa-senyawa hasil
pemecahan hidroperoksida. Kemudian dengan adanya radikal bebas ini dengan 02 membentuk
peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak
stabil dan mudah pecah menjadai senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek
oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.
Titik asap (smoke point) adalah temperatur dimana sampel
mulai berasap ketika berada di bawah kondisi spesifik. Cup di isi dengan minyak
atau lemak yang mendidih dan dipanaskan di kontainer yang menyala. Titik asap (smoke
point) pada temperatur yang rendah, diteruskan secara tajam oleh bluish
smoke dan menjadi menurun. Tes ini memberikan reflek material organik
yang volatil pada minyak dan lemak, terutama asam amino bebas dan sisa
ekstraksi pelarut. Minyak penggorengan dan minyak olahan harus memiliki titik
asap sekitar 2000C dan 3000C (Nielsen, 1998). Bila suatu
lemak dipanaskan, pada suhu tertentuk timbul asap tipis kebiruan. Titik ini
disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan
tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala).
Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu
terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak
bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah,
ketiga suhu itu lebih rendah (Winarno, 1997).
Karena tiap jenis lemak berbeda smoke point-nya,
lemak yang digunakan untuk menggoreng sebaiknya dipilih lemak yang tahan untuk
membentuk asap pada temperatur yang digunakan untuk menggoreng. Lemak yang
mengandung tambahan mono- dan di-gliserida cocok digunakan untuk membuat cake dan
kurang sesuai jika digunakan untuk menggoreng karena pada lemak tersebut
ditambahkan emulsifier pada titik asapnya. Faktor lain, selama penggorengan
juga menghasilkan suatu perubahan pada titik asap. Perkembangan dari asam lemak
bebas pada beberapa hidrolisis dari lemak selama penggorengan menyebabkan
menururnnya titik asap (Bennion & Hughes, 1975).
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak
jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap
tersebut disebabkan pembentukkan senyawa-senyawa hasil pemecahan
hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang sebuah atom
hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom
karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum
energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan oksigen membentuk
peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak
stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek
oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa
dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehid-aldehid, dan
keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno,
1997)
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar
panas, penambah rasa gurih dan penambah kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng
ditentukan oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein
yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan.
Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut.
Makin tinggi titik asap makin baik mutu minyak goreng tersebut. Titik asap
suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas. Lemak yang telah
digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terjadi
hidrolisis lemak (Winarno, 1997).
Reaksi oksidasi bergantung pada banyak frekuensi reaksi dari
lemak dalam bahan makanan. Ini biasanya terdiri oleh atmosfer oksigen,
frekuensi yang sedikit oleh ozon, peroksida, logam dan agen oksidasi yang lain.
Dalam penambahan untuk oksigen dan ozon, lemak dapat dirusak oleh pembentukan
reaksi lain, seperti anion superoksida (O2) dan radikal (O2),
radikal perhidrosilik (HO2), hidrogen peroksida dan hidrosil radikal
(HO). Asam peroksida diproduksi oleh autoxidasi dari aldehid, dan mungkin
reaksi dengan molekul lain dari produk aldehid asam karboksilat. Oksidasi
langsung dari lemak oleh reaksi dengan ion logam sangat lambat dibawah kondisi
normal tetapi mungkin menjadi penting seperti inisiator dari rantai radikal
bebas autoxidasi karena ion Fe3+ atau Ca2- dapat
di produksi raddikal bebas oleh reakssi dengan asam lemak tidak jenuh, dimana
tahap oksidasi dari ion metal ditingkatkan dengan :
R – H + Cu2+ R + Cu + H
Ion
mengandung logam yang diubah tahap oksidasinya oleh dua elektron (Pb4+,
MnO42-, CrO42-) bereaksi
dengan rantai ganda dari lemak tidak jenuh untuk membentuk asam hidroksi tetapi
beberapa reaksi tidak disukai didalam produk makanan (Nielsen, 1998).
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan
derajat kerusakan pada lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida dapat
ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan
bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan
asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan apda reaksi ini kemudian
dititrasi dengan natrium tiosilfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan
cara iodometri biasa meskipun bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini
disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping
itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida
dengan oksigen dari udara (Ketoren, 1986).
Jenis minyak yang mudah teroksidasi adalah jenis minyak yang
tidak jenuh. Semakin tidak jenuh asam lemaknya akan semakin cepat teroksidasi.
Selain itu, faktor – faktor seperti suhu, adanya logam berat dan cahaya,
tekanan udara, enzim dan adanya senyawa peroksida juga semakin mempercepat
berlangsungnya oksidasi dan dengan demikian akan semakin cepat terjadi
ketengikan. Berlangsungnya proses oksidasi tersebut dapat diamati dengan
beberapa cara, salah satunya dengan mengamati jumlah senyawaan hasil penguraian
senyawaan peroksida (asam – asam, alkohol, ester, aldehid, keton, dan
sebagainya). Uji peroksida ini pada dasarnya mengukur kadar senyawaan peroksida
yang terbentuk selama proses oksidasi. Cara ini biasa diterapkan untuk menilai
mutu minyak tetapi cara ini sangat sulit diterapkan untuk jenis makanan yang
berkadar lemak rendah (Syarief & Hariyadi, 1991).
Pada proses oksidasi ini akan dihasilkan sejumlah aldehid, asam
bebas dan peroksida organik. Untuk mengetahui tingkat ketengikan dari minyak
atau lemak, dapat dilakukan dengan menggunakan jumlah peroksida yang telah
terbentuk pada minyak atau lemak tersebut. Lemak tidak jenuh khususnya oleat
ternyata lebih cepat tengik dibandingkan lemak jenuh. Lemak yang tengik menimbulkan
rasa tidak enak, bahkan pada beberapa individu dapat menimbulkan keracunan
ringan, dan dapat merusak zat-zat lain yang ada dalam makanan seperti karoten,
vitamin A dan vitamin E. Kerusakan minyak dan lemak selain disebabkan oleh
proses oksidasi dapat juga disebabkan oleh proses hidrolisa. Pada proses
hidrolisa dihasilkan gliserida dari asam-asam lemak berantai pendek (C4-C12)
sehingga akan terjadi perubahan rasa dan bau menjadi tengik (Winarno, 1997).
Menurut Buckle et al. (1997) ada dua tipe kerusakan
yang utama pada minyak dan lemak, yaitu :
- Ketengikan
Ketengikan
terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap terbentuk sebagai
akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak tak jenuh. Komponen-komponen
ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tak diinginkan dalam lemak dan minyak
produk-produk yang mengandung lemak dan minyak itu.
- Hidrolisa
Hidrolisa minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas
yang dapat mempengaruhi cita-rasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa dapat
disebabkan oleh adanya air dalam lemak atau minyak atau karena kegiatan enzim.
Hidrogenasi
terjadi karena enzim lipase menghidrolisis lemak, memecahnya menjadi gliserol
dan asam lemak. Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak,
tetapi enzim itu dapat diaktivasi dengan pemanasan. Hidrogenasi minyak tumbuhan
dilakukan untuk meningkatkan titik lebur dan untuk memperlambat oksidasi serta
kerusakan rasa selama hidrogenasi. Beberapa asam lemak mengubah susunan alami
bentuk cis menjadi trans, ketika minyak kelapa
dihidrogenasi. Sehingga jumlah isomer trans asam lemak yang
dibentuk, relatif sedikit daripada minyak tumbuhan lainnya. Lemak yang telah
terhidrogenasi, titik asapnya akan meningkat karena lebih stabil terhadap
pemanasan. Contoh produk hasil hidrogenasi lemak tumbuhan adalah margarin
(deMan, 1997).
Menurut
Soedarmo et al (1988), kerusakan karena proses hidrolisa
terutama banyak terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung asam lemak jenuh
dalam jumlah cukup banyak seperti pada minyak kelapa yang mengandung asam
laurat, sedangkan bau yang tengik ditimbulkan oleh asam lemak bebas yang
terbentuk selama proses hidrolisa. Proses hidrolisa pada
minyak atau lemak umumnya disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroba. Proses
hidrolisa dapat dipercepat dengan kondisi kelembaban yang tinggi, kadar air
tinggi serta temperatur tinggi. Proses hidrolisa pada minyak dan lemak akan
menghasilkan ketengikan hidrolitik, dimana terjadi pembebasan asam-asam lemak
yang mempengaruhi rasa dari minyak tersebut. Enzim yang dapat menimbulkan
ketengikan hidrolitik adalah enzim lipase. Ketengikan pada minyak dan lemak
nabati terjadi karena berkurangnya kandungan vitamin E (tocopherol) yang dapat
berfungsi sebagai anti oksidan.
Angka peroksida merupakan cara pengujian yang paling sering
digunakan untuk uji oksidasi lemak atau minyak. Metode iodometri yang paling
banyak digunakan untuk menentukan angka peroksida umumnya ditentukan dengan
pengukuran banyaknya iod bebas dari larutan kalium iodida jenuh pada suhu ruang
dari lemak atau minyak yang dipisahkan dalam pencampuran asam asetat dan
kloroform. Iod bebas ditritasi dengna natrium thiosulfat standar. Angka
peroksida sebagai indikator produk dasar oksidasi. Angka ini menyatakan milimol
oksigen peroksida per kilogram lemak (Pomeranz & Meloan, 1987). Peroksida
merupakan produk utama otooksidasi yang dapat diukur dengan teknik berdasarkan
pada kemampuannya untuk melepaskan iodin dari kalium iodida atau untuk
mengoksidasi ion fero menjadi feri. Kandungannya biasanya diistilahkan dengan
miliekuivalen oksigen per kg lemak, yaitu sejumlah oksigen yang diserap atau
peroksida yang dibentuk untuk menghasilkan ketengikan dari berbagi macam
komposisi minyak (Fennema, 1985).
Lemak netral murni tidak berbau, tidak ada rasa, dan umumnya
tidak berwarna. Warna dari lemak dan minyak alami adalah karena adanya
pigmen-pigmen yang bercampur atau larut dalam lemak. Lemak tidak larut dalam
semua pelarut berair tetapi langsung larut dalam benzena, eter, kloroform,
alkohol panas, dan pelarut organik lainnya. Asam lemak rantai pendek dapat
larut dalam air dan semakin panjang rantai asam-asam lemaknya semakin berkurang
daya kelarutannya dalam air. Bila lemak dibiarkan dalam waktu yang lama kontak
langsung dengan udara dan lembab, khususnya ada cahaya dan panas, akan terjadi
perubahan menjadi tengik. Perubahan ini terjadi karena proses oksidasi dan
proses ini akan dipercepat dengan adanya logam-logam yang bersifat katalisator
seperti Zn, Cu (Soedarno & Girindra, 1988).
Kerusakan lemak pada daging ikan dapat terjadi karena oksidasi,
baik secara oto-oksidasi (enzimatis) maupun secara non enzimatik. Pemeriksaan
kerusakan lemak dapat dikerjakan dengan memeriksa kandungan peroksidanya atau
jumlah monaldehida yang bisanya dinyatakan sebagai angka TBA (thiobarbituric
acid) (Hadiwiyoto, 1993). Selama penggorengan dengan suhu tinggi, minyak
mengalami hidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol dan selanjutnya
gliserol akan terdehidrasi menjadi senyawa akrolein (Bennion & Hughes,
1975). Lemak yang telah terhidrogenasi,
titik asapnya akan meningkat karena lebih stabil terhadap pemanasan. Contoh
produk hasil hidrogenasi lemak tumbuhan adalah margarin (deMan, 1997).
Lemak yang mengalami ketengikan akan
mengandung senyawa aldehid dan kebanyakan berbentuk malonaldehid. Banyaknya
malonaldehid dapat ditentukan melalui proses destilasi. Malonaldehid yang
terbentuk kemudian direaksikan dengan Thiobarbiturat, sehingga terbentuk
senyawa komplek yang berwarna merah. Intensitas warna merah sebanding dengan
jumlah malonaldehid dalam suspensi. Pengukuran intensitas warna merah ini dapat
dilakukan dengan menghitung abosbansinya dengan menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 528 nm. Semakin besar angka TBA maka semakin tengik
larutan yang diuji (Sudarmadji et al., 1989).
Penambahan
antifoam bertujuan untuk mencegah terjadinya pembentukan buih. Pemanasan pada
suhu tinggi akan mempercepat proses autooksidasi sehingga akan terbentuk
polimer. Pembentukan polimer tersebut akan mengakibatkan kekentalan minyak
menjadi naik yang nantinya dapat meningkatkan pembentukan buih pada minyak
(deMan, 1999).
ALAT /
BAHAN :
Alat :
1. Neraca
2. Erlenmeyer
Asah
3. Buret
Bahan :
4. Minyak
5. CH3COOH
96%-100%
6. C2H5OH
96%
7. CHCl3
(chloroform)
8. KI
9. Aquadest
( panas)
10. Tio
0,02N
11. Kanji
CARA KERJA :
- Minyak 10g
1.Ditimbang
secara teliti dalam Erlenmeyer asah
2.Ditambahkan
30 mL larutan bilangan peroksida
3.Setelah
larut ditambahkan KI 10 gram
4.Didiamkan
selama 30 menit di tempat yang gelap sambil dihomogenkan setiap 5 menit
5.Ditambahkan
50 mL air bebas oksigen
6.Dititrasi
dengan larutan tio 0,02 N menggunakan indicator kanji (a mL ) dibandingkan juga
dengan blanko ( b mL )
- Data
PENGAMATAN :
1. volume
sampel :
34 mL (a)
2. Volume
Blanko :
0,8 mL (b)
3. Mg
sampel :
10037,3 Mg
4. Warna
larutan sampel sebelum dititrasi :
a. Sebelum
penambahan indicator : coklat
b. Setelah
penambahan indicator : hitam
5. Warna larutan
setelah titik akhir :
Tidak bewarna
6. Indikator :
Kanji
7. N tio :
0,02 N
PERHITUNGAN
:
KESIMPULAN :
Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa
bilangan peroksida minyak adalah 5,29x10-4 meq/mg
DAFTAR PUSTAKA :
MAKASSAR, 02 / 09 / 2013
GURU
PEMBIMBING PRAKTIKAN
(
ABDUL MUIZ PATTA ) ( ANDI ANUGRAH )
0 komentar:
Posting Komentar